Minggu, 29 Desember 2013

Tanyakan pada rumput yang bergoyang

Tanyakanlah pada rumput yg bergoyang sesudi apakah aku padamu.

Aku tak akan berhenti mencintaimu sampai aku tak bernyawa lagi.

Sebagai manusia yang tahu kaidah, akan aku tanamkan cinta yang sopan.

Sehidup semati, kamu yang hidup aku yang mati pun tak mengapa.

Akan aku latih hatiku ini, siap menerima apa saja. Tuhan ajari aku bersabar membimbing rasa dihatiku.

Bila mataku tak bisa lagi menatap wajah cintaku ini. Tuhan tolong beri aku waktu untuk merasakan cinta dia.

Sampai aku buta, bisu, tuli, lumpuh, dan tak bernyawa lagi.

Rabu, 29 Mei 2013

“Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan, mengikhlaskan semuanya. Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.”

          -Tere Liye dalam novel ‘Daun yang jatuh tak pernah membenci angin

yeah!


datang dan kemudian pergi.

"seperti angin yang datang melintas dan kemudian pergi saat itu juga ketika aku mulai merasakan kesejukkannya"

rasanya tak menyenangkan bila saat itu kau sedang bahagia sekali dengannya tetapi dg waktu yang tidak berlangsung lama diapun pergi menghilang begitu saja. dan saat itu pula kau merasakan sakit yg tak pernah kau bayangkan sebelumnya, mungkin rasa sakit itu disebabkan oleh harapan yang telah kau tanam sehingga harapan itu tumbuh dengan besarnya, aku pernah rasakan itu.

aku pernah rasakan itu, ketika semua tak seindah dulu, ketika berat rasanya untuk menerima kenyataan, ketika sulit bagimu untuk membuka hati. dan aku takut semua itu terulang kembali.

Kamis, 23 Mei 2013

Kamu :)


Kamu;
 lukisan-lukisan langit pemberi warna bagi aku yang sering salah dan tak sempurna.

Kamu;
 seseorang sederhana yang kucintai dengan cara paling sempurna.

Kamu;
 penyempurna segala,
 seperti tentang luapan emosiku yang kau redam dengan seribu ekspresi tak berbahasa.

Kamu;
 penyempurna segala,
 tentang keluhku yang kau hapus dengan kesyukuran,
tentang egoku yang kau kubur dengan pandangan kebersamaan.

Kamu;
 rupa-rupa keindahan yang telah hadir dalam benakku.


Kamu;
 sebuah jawaban,
mengapa aku menjadi ada dalam sebuah himpunan ‘Kita’.