“Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan, mengikhlaskan semuanya. Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami, pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawa pergi entah kemana.”
-Tere Liye dalam novel ‘Daun yang jatuh tak pernah membenci angin
Rabu, 29 Mei 2013
datang dan kemudian pergi.
"seperti angin yang datang melintas dan kemudian pergi saat itu juga ketika aku mulai merasakan kesejukkannya"
rasanya tak menyenangkan bila saat itu kau sedang bahagia sekali dengannya tetapi dg waktu yang tidak berlangsung lama diapun pergi menghilang begitu saja. dan saat itu pula kau merasakan sakit yg tak pernah kau bayangkan sebelumnya, mungkin rasa sakit itu disebabkan oleh harapan yang telah kau tanam sehingga harapan itu tumbuh dengan besarnya, aku pernah rasakan itu.
aku pernah rasakan itu, ketika semua tak seindah dulu, ketika berat rasanya untuk menerima kenyataan, ketika sulit bagimu untuk membuka hati. dan aku takut semua itu terulang kembali.
Kamis, 23 Mei 2013
Kamu :)
Kamu;
lukisan-lukisan langit pemberi warna bagi aku yang sering salah dan tak sempurna.
Kamu;
seseorang sederhana yang kucintai dengan cara paling sempurna.
Kamu;
penyempurna segala,
seperti tentang luapan emosiku yang kau redam dengan seribu ekspresi tak berbahasa.
Kamu;
penyempurna segala,
tentang keluhku yang kau hapus dengan kesyukuran,
tentang egoku yang kau kubur dengan pandangan kebersamaan.
Kamu;
rupa-rupa keindahan yang telah hadir dalam benakku.
Kamu;
sebuah jawaban,
mengapa aku menjadi ada dalam sebuah himpunan ‘Kita’.
Cinta tak pernah sesulit ini, ketika bukan kamu pencuri hati.
Hadir yang tak pernah terduga di saat aku sedang jatuh-jatuhnya. Segenap harap akan bahagia ketika jemarimu mampu menopang ku untuk sekedar belajar kembali berdiri. Serta, lengkung indah di bagian wajahmu yang mampu buatku melupakan sebuah kesakitan. Detik yang berlalu saat mengenalmu adalah detak yang tak ingin kubiarkan cepat berlalu. Bahagia yang bahkan hampir terlupa olehku, kembali tersirat perlahan di ingatan. Karena sebelum semesta mengirimkan bahagia dalam wujud kamu, aku nyaris lupa bagaimana cara untuk sekedar menyunggingkan lengkung yang disebut senyum.
Namun, bukan hidup jika semua dapat berjalan dengan mudah. Seperti kamu yang diberikan Tuhan dalam kesementaraan untuk sekedar terjamah. Ingatanku telah dipenuhi kamu. Bahkan, wangi tubuhmu layaknya kabut yang telah begitu menyesakkan di sudut-sudut hatiku. Tapi tidak dengan jemariku. Jemariku terlalu lemah untuk sekedar menggenggammu. Hingga hatimu tak mampu kususuri karena aku yang tak cukup mampu. Semesta mempertemukan kita seakan hanya untuk sebuah ketidaksengajaan. Bahkan tak diizinkan oleh semesta untuk sekedar memilikimu.
Perlahan mulai ku kikis angan yang telah terpendam. Juga tentang segala fikiran yang sepenuh ingin mulai ku tenggelamkan pelan-pelan. Aku mencintaimu, meski tatap belum pernah sekalipun berhadapan. Aku linglung sendirian. Logika ku kehilangan rotasi untuk sekedar berputar. Detik berhenti, di detak yang tak pernah ku bayangkan.
Aku masih berdiri. Tapi tidak untuk menujumu. Aku berputar arah. Aku ragu untuk maju, bahkan aku tak mampu berjalan mundur. Aku menginginkanmu, tapi tidak dengan waktu yang memang berjalan semestinya, sesuai dari takdir semesta. Keinginanku atasmu hanyalah bongkahan sampah yang kini sedang berayun di beranda hati, juga fikiranku.
Melupakan adalah pelajaran yang sedang begitu ku dalami. Mengikis pelan-pelan bongkahan hati yang hampir penuh, juga rongsokan harap yang kini pelan-pelan ku buat jenuh. Bahkan aku lebih sering melakukannya dalam kepura-puraan, karena ku tahu semua tak semudah itu untuk termampukan.
Namun, sial. Ketika senti demi senti luka mulai terpulihkan, sosok yang ku kira hanya siluet bayang itu benar-benar nyata di hadapku sekarang. Semoga ini khayalku, tetapi semesta berkata bukan. Rongsokan hati yang telah berhamburan, pelan-pelan mengutuhkan dirinya lagi, hingga benar-benar terbentuk sebuah kesempurnaan. Cinta tak pernah sesulit ini, ketika bukan kamu pencuri hati.
Langganan:
Postingan (Atom)